Diberdayakan oleh Blogger.

Masjid dan Pasar

5.11.07

/* hilangkan navbar ----------------------------- */ #navbar-iframe { height:0px; visibility:hidden; display:none }


Salah seorang Imam dari aliran Islam Syiah, Imam Ja'far Shadiq mengatakan “Jangan lihat perilaku orang di masjid,” katanya, “sebab itu memang tempat ibadah (tentu semua orang yang sedang berada di sana baik belaka). Lihat perilakunya di pasar (barulah kelihatan aslinya).”

Ternyata pendapat Imam yang hidup puluhan abad yang lalu itu sangat 'futuristik”. Di negeri yang katanya religius ini begitu banyak masjid, gereja dan tempat ibadah lainnya, tapi kelakuannya sama dengan orang di pasar; jual kecap, penipu, copet, dll.


Ketika pergi ke masjid, mereka seperti ke pasar karena merasa diri sendiri “produk Tuhan” yang paling unggul dan paling bagus di antara yang lain (bahkan secara harfiah pergi ke masjid sekaligus menjadikannya ruang pamer untuk baju atau aksesoris yang bagus). Sementara ketika ke pasar, mereka malah “jualan” sepotong fatwa, lembaran-lembaran ayat, atau bendera bergambar Tuhan.

Repotnya lagi, para pengambil keputusan mencampur-adukkan urusan masjid dan pasar. Saat mengambil keputusan yang menyangkut urusan pasar (ekonomi, perut, keuntungan) mereka melakukannya seakan di “masjid” sehingga urusan perut diperjuangkan dengan ayat-ayat atau diperjuangkan atas nama Tuhan. Sebaliknya, mereka mengambil keputusan yang menyangkut urusan masjid (surga, pahala, neraka, baik, benar, soleh, ingkar) di “pasar” (parlemen, istana, departemen) sehingga agama yang sebenarnya urusan privat dan sangat subyektif akhirnya menjadi keputusan politis dan dilembagakan dalam bentuk Perda, UU, atau polisi syariat. Ironis!

1 komentar:

Unknown Sabtu, 10 November, 2007  

kepentingan manusia memang berbeda ada yang pergi ke pasar, ada yang pergi ke mesjid, ada yang pergi ke "pasar" dan ada yang pergi ke "mesjid"...

Quote of the day

  © Blogger template Writer's Blog by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP