Diberdayakan oleh Blogger.

Mengantar Bapak pergi...

11.11.07

/* hilangkan navbar ----------------------------- */ #navbar-iframe { height:0px; visibility:hidden; display:none }

Innalillahi wa inna ilaihi roji'un...
Semua milikNya dan kembali kepadaNya...

Selasa, 23 Januari 2007 Allah Swt mengambil bapak dari sisi kami. Subuh itu hanya ada kesedihan yang teramat sangat dan rasa kehilangan yang menyayat hati. Tapi hari-hari selanjutnya kami sadar, bahwa Allah telah memberikan jalan yang terbaik untuk Bapak. Dan keyakinan itulah yang membuat kami ikhlas, sekaligus membangkitkan tekad kami untuk melanjutkan perjuangan dan amanat beliau...


Moewardi, pukul 00.00-05.20 pagi
:untuk kanker paru-paru

Silahkan kalian beramai-ramai menggerogoti tubuhnya
silahkan berpestapora menghancurkan paru, liver dan ginjalnya
ia tetap tegar dan menikmatinya sebagai sebuah ibadah
kepasrahan pada Tuhan yang disembahnya

jika ia mengerang, percayalah bahwa itu bagian dari zikirnya
jika ia menangis, percayalah bahwa itu airmata yang sering ia teteskan dalam sujud malamnya
jika ia putus asa, percayalah bahwa itu karena kerinduan yang terlalu lama untuk bertemu kekasihnya

dan saat kalian selesai
dengar, namaNya lah yang ia seru di detik-detik terakhir.
lihat, betapa teduh tenang wajahnya. Ia bahkan tersenyum bahagia
seperti musafir yang menemukan mata air di gurun pasir
seperti pencinta yang menyatu dengan kekasihnya

dan kalian kalah...!!!


PENGAKUAN
: subuh, 23 Januari 2007

Sampai saat ini
aku masih bisa merasakan
tekstur dan hangatnya telapak tangan
yang ribuan kali kucium dengan takzim

Tuhan
Lelaki tua yang seringkali kukhianati itu
telah pergi menghadapMu
sedang aku belum sampai pada kedewasaanku
belajar hidup dengan keberanian dan keteguhan
seperti yang selalu ia harapkan

malam itu, aku tidak sempat meminta maaf padanya
hanya karena aku yakin bahwa Kau masih akan memberiku kesempatan
untuk membalas setiap tetes keringatnya yang telah membesarkanku
memijit pundaknya yang renta atau lengannya yang dulu pernah membopongku di saat sakit
membelikannya soto ayam, sarung, baju batik atau apapun yang bisa membuatnya yakin bahwa kecintaanku padanya adalah energi yang telah membuatku pergi ribuan kilometer jauhnya

Malam itu, aku bahkan tidak sempat meminta maaf kepadanya
menyisakan sesal yang sering mengiris di malam-malam senyap
mengingatkanku pada malam-malam saat Kau mengujinya dengan rasa sakit dan ketidakberdayaan
: dan sampai saat ini aku terus belajar untuk memahami
bahwa malam-malam itu adalah malam di mana Kau membelainya dengan penuh cinta dan kelembutan

Tuhan,
aku percaya bahwa Kau lebih lebih berhak atasnya
karena hanya dengan keyakinanku itulah yang membuatku ikhlas
melepas kepergiannya
di subuh itu


Mengantar Bapak pergi
Mengantar bapak pergi
masih teringat suaranya membetulkan bacaan Quran kami yang keliru
dengan suara tongkat yang ia ketukkan di meja
terkadang suaranya meninggi dan memarahi
tapi sungguh ia hanya ingin kami membaca ayat Tuhan dengan sempurna

Mengantar bapak pergi
masih teringat setiap hari minggu ia memboncengkan kami dengan motor bebek tua
berkeliling menyisiri pojok-pojok desa, tempat-tempat yang sering disinggahinya
mengobrol dengan kenalan atau murid mengajinya
dan dengan bangga berkata:”ini anak-anakku...”

Mengantar bapak pergi
aku masih teringat cerita-cerita di kala senggangnya
masa kecilnya yang sebatang kara
juga masa mudanya yang ia habiskan untuk mengembara
sekedar menyambung hidup atau memuaskan hasratnya akan ilmu
lalu berkata” aku hanya orang bodoh yang mendapat anugerah diangkat jadi abdi negara...”

Mengantar bapak pergi
masih teringat kami akan wejangan-wejangannya
ritual kami sebelum meninggalkan rumah
semoga lancar kuliah kami
semoga berkah kerja kami
dan setelah itu kami pun pamit mencium tangannya

Mengantar bapak pergi
masih teringat ketenangannya, duduk di kursi panjang memejamkan mata
dan kami tak pernah tahu apa yang ada di pikirannya
mungkin ia risau dengan kami, anak-anaknya yang berusaha dewasa
mungkin ia risau dengan mereka, orang-orang yang melupakan ajaran-Nya

Mengantar bapak pergi
masih teringat wajahnya yang berbinar, langkah kakinya yang sigap
di hari-hari menjelang kepergiannya beribadah ke Baitullah
kami terharu, betapa semangat mengacuhkan penyakitnya

Mengantar bapak pergi
aku teringat malam-malam yang menyiksa
tubuh yang ringkih dan selang-selang medis membatasi geraknya
erangan dan zikir keluar dari mulutnya
:dalam hati aku hanya bisa menahan amarah pada kanker yang berpesta

Mengantar bapak pergi
adalah rasa kehilangan di pagi buta
megiringi detik-detik saat ia menghadap Tuhan
di pangkuan ibu, dan kami anak-anaknya

: Ya Allah, semoga engkau syahidkan ayahanda kami. Amin

Meulaboh, 5 Februari 2006




0 komentar:

Quote of the day

  © Blogger template Writer's Blog by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP