Diberdayakan oleh Blogger.

Lehman Brothers dan Lekman Bersaudara

10.11.08



Lek Man adalah tetangga saya di kampung. Nama aslinya Paiman. Sebagaimana pemuda desa yang kesulitan mendapat pekerjaan, Lek Man mencoba mengadu nasib dengan merantau ke Jakarta. Entah usaha apa yang digelutinya, saya yang waktu itu masih duduk di bangku sekolah dasar tidak terlalu tahu. Yang saya ingat, beberapa waktu kemudian Lek Man pulang kampung.

Dengan hasil tabungan selama bekerja di Jakarta, Lek Man merintis usaha kecil-kecilan, yaitu berjualan siomay. Berbeda dengan siomay biasa, siomay Lek Man hanya berupa bulatan sebesar bakso yang dibuat dari tepung kanji yang diisi tahu, telor atau sedikit daging. Untuk memakannya, siomay dicelupin ke saos pedas dengan menggunakan tusuk yang terbuat dari bambu. Mula-mula Lek Man hanya berjualan keliling kampung dengan menggunakan sepeda angin. Ternyata, siomay Lek Man mendapat sambutan luar biasa dari warga kampung, terutama anak-anak. Berangkat pagi dan pulang sebelum matahari meninggi, dagangan Lek Man selalu habis. Untuk memenuhi permintaan konsumen yang semakin meningkat, beberapa saudara Lek Man mulai ikut membantu berjualan. Jika sebelumnya hanya omzet kampung, siomay Lek Man juga mulai merambah antar desa dan kecamatan sekitar.


Kesuksesan usaha Lek Man memberi inspirasi bagi orang lain. Banyak warga kampung yang mulai ikut berjualan siomay tusuk. Salah satu orang yang meniru usaha berjualan siomay tusuk bahkan menjadi lebih sukses dari Lek Man, seorang juragan yang mempekerjakan banyak orang dengan modal dan omzet yang lebih besar dari Lek Man. Para pekerjanya berjualan dengan menggunakan sepeda motor, menjangkau lebih banyak tempat ketimbang Lek Man dan saudara-saudaranya yang masih saja berkeliling menggunakan sepeda angin.

Namun, booming siomay di kampung kami hanya berlangsung selama beberapa bulan. Warga yang berjualan siomay satu demi satu berguguran dan tidak meneruskan usaha. Bahkan sang juragan siomay pada akhirnya bangkrut, mengurangi jumlah para pekerjanya dan pada akhirnya tidak berjualan sama sekali. Tinggal Lek Man yang setiap hari mengayuh sepedanya dengan wajah penuh senyum lugu dan ramah khas desa.

Kerja keras dan kesederhanaan

Kisah Lek Man di kampung saya dalam beberapa hal sama dengan kisah keluarga Lehman bersaudara. Pada tahun 1844, Henry Lehman hijrah dari Bavaria, Jerman menuju Amerika Serikat bersama dengan adiknya Emanuel Lehman dan Mayer Lehman. Mereka mendirikan sebuah toko kecil di Alabama yang pada waktu itu terkenal dengan komoditi kapasnya. Bermula dari toko sederhana dan bisnis kapas kecil-kecilan, perusahaan mereka pada akhirnya menjelma menjadi raksasa keuangan Amerika Serikat dan juga dunia yang kita kenal dengan nama Lehman Brothers.

Yang berbeda dari Lek Man dan keluarga Lehman adalah filosofi yang mendasari usaha mereka. Saya yakin bahwa usaha Lek Man bisa saja berkembang atau bahkan tidak hanya terfokus pada siomay tusuk karena pada dasarnya Lek Man memiliki kemampuan seorang wirausahawan -atau istilah yang sedang tren adalah enterpreuner- yaitu kerja keras dan kemampuan menangkap peluang usaha -dalam hal ini siomay tusuk yang pada saat itu masih asing di kampung saya. Namun bagi Lek Man, bekerja adalah untuk mencari nafkah sekaligus sebagai ibadah, bukan semata untuk mencari keuntungan tiada batas. Filosofi usaha Lek Man tidak lain bahwa hasil yang dia dapat dalam satu hari adalah cukup dan tidak harus berlebih tanpa . Barangkali itulah yang membuat usaha Lek Man masih tetap bertahan sampai saat ini, di saat para pesaingnya –para tetangganya sendiri- bertumbangan dan tidak melanjutkan usaha.

Tentu Henry Lehman dan saudaranya juga mengawali bisnis mereka dengan semangat kekeluargaan, kesederhanaan, hemat dan kerja keras khas kaum imigran. Namun semangat tersebut hilang ketika pada akhirnya Lehman Brothers dikuasai dan dijalankan oleh para monster-monster Wall Street, para pebisnis rakus yang mengandalkan spekulasi dalam mencari keuntungan sebesar-besarnya, mereka yang disebut oleh Prof. Michael Sabino, profesor bisnis dari St. John’s University telah “...mendapatkan akibat dari kerakusan sendiri, yang sangat berlebihan dalam mencari untung, tanpa mempertimbangkan resiko“. Keserakahan yang pada akhirnya menghancurkan apa yang telah dirintis dengan susah payah oleh Lehman bersaudara. Para pebisnis rakus,

Saya membayangkan, dari dalam kuburnya Lehman bersaudara meratap dan menyesal melihat perusahaannya menjadi salah satu pihak yang bertanggung jawab atas krisis keuangan dunia. Dan di kampung, Lek Man yang selalu tersenyum masih saja mengayuh sepedanya membawa bak penuh siomay yang mengepul, untuk kemudian berhenti dan dikerubuti anak-anak yang menyambutnya dengan riang...



Read more...

Quote of the day

  © Blogger template Writer's Blog by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP